Logo KEMENIMIPAS

Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
Direktorat Jenderal Imigrasi

IMIGRASI-removebg-preview (2)

Sejarah Imigrasi

Zaman Penjajahan

Kekayaan sumber daya alam, khususnya sebagai penghasil komoditas perkebunan yang diperdagangkan di pasar dunia, menjadikan wilayah Indonesia yang sebagian besar dikuasai oleh Hindia Belanda menarik berbagai negara asing untuk turut serta mengembangkan bisnis perdagangan komoditas perkebunan. Untuk mengatur arus kedatangan warga asing ke wilayah Hindia Belanda, pemerintah kolonial pada tahun 1913 membentuk kantor Sekretaris Komisi Imigrasi dan karena tugas dan fungsinya terus berkembang, pada tahun 1921 kantor sekretaris komisi imigrasi diubah menjadi immigratie dients (dinas imigrasi).

Dinas imigrasi pada masa pemerintahan penjajahan Hindia Belanda ini berada di bawah Direktur Yustisi, yang dalam susunan organisasinya terlihat pembentukan afdeling-afdeling seperti afdeling visa dan afdeling (bagian) lain-lain yang diperlukan. Corps ambtenaar immigratie diperluas. Tenaga-tenaga berpengalaman serta berpendidikan tinggi dipekerjakan di pusat. Tidak sedikit di antaranya adalahtenaga-tenaga kiriman dari negeri Belanda (uitgezonden krachten). Semua posisi kunci jawatan imigrasi berada di tangan para pejabat Belanda.
Imigrasi Di Masa Penjajahan

Kebijakan keimigrasian yang ditetapkan oleh pemerintah Hindia Belanda adalah politik pintu terbuka (opendeur politiek). Melalui kebijakan ini, pemerintah Hindia Belanda membuka seluas-luasnya bagi orang asing untuk masuk, tinggal, dan menjadi warga Hindia Belanda. Maksud utama dari diterapkannya kebijakan imigrasi “pintu terbuka” adalah memperoleh sekutu dan investor dari berbagai negara dalam rangka mengembangkan ekspor komoditas perkebunan di wilayah Hindia Belanda. Selain itu, keberadaan warga asing juga dapat dimanfaatkan untuk bersama-sama mengeksploitasi dan menekan penduduk pribumi.

Walaupun terus berkembang (penambahan kantor dinas imigrasi di berbagai daerah), namun struktur organisasi dinas imigrasi pemerintah Hindia Belanda relatif sederhana. Hal ini diduga berkaitan dengan masih relatif sedikitnya lalu lintas kedatangan dan keberangkatan dari dan/atau keluar negeri pada saat itu. Bidang keimigrasian yang ditangani semasa pemerintahan Hindia Belanda hanya 3 (tiga), yaitu: (a) bidang perizinan masuk dan tinggal orang; (b) bidang kependudukan orang asing; dan (c) bidang kewarganegaraan. Untuk mengatur ketiga bidang tersebut, peraturan pemerintah yang digunakan adalah Toelatings Besluit (1916); Toelatings Ordonnantie (1917); dan Paspor Regelings (1918).

Era Revolusi Kemerdekaan

Era kolonialisasi Hindia Belanda mulai berakhir bersamaan dengan masuknya Jepang ke wilayah Indonesia pada tahun 1942. Namun pada masa pendudukan Jepang hampir tidak ada perubahan yang mendasar dalam peraturan keimigrasian. Dengan kata lain, selama pendudukan Jepang, produk hukum keimigrasian Hindia Belanda masih digunakan. Eksistensi pentingnya peraturan keimigrasian mencapai momentumnya pada saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya pada 17 Agustus 1945.

Ada 4 (empat) peristiwa penting pasca proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang terkait dengan keimigrasian, yaitu :

  1. Repatriasi APWI dan serdadu Jepang; dalam peristiwa ini ditandai dengan pengangkutan ex APWI dan pelucutan serta pengangkutan serdadu Jepang di Jawa Tengah khususnya, di pulau Jawa dan Indonesia umumnya yang ditangani oleh Panitia Oeroesan Pengangkoetan Djepang (POPDA);
  2. Kegiatan barter, pembelian senjata dan pesawat terbang; pada masa Revolusi Kemerdekaan para pejuang sering bepergian ke luar negeri, misal masuk ke Singapore dan Malaysia, masih tanpa paspor;
  3. Perjuangan Diplomasi; diawali dengan penyelenggaraan Inter Asian Conference di New Delhi. Dalam kesempatan itu Kementerian Luar Negeri Indonesia akhirnya berhasil mengeluarkan “Surat Keterangan dianggap sebagai paspor” sebagai dokumen perjalanan antar negara yang pertama setelah kemerdekaan bagi misi pemerintah Indonesia yang sah dalam konferensi tersebut. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh H. Agus Salim ikut memperkenalkan “Paspor Diplomatik” pemerintah Indonesia kepada dunia Internasional; dan
  4. Keimigrasian di Aceh; Aceh sebagai satu-satunya wilayah Indonesia yang tidak pernah diduduki Belanda, sejak tahun 1945 telah mendirikan kantor imigrasi di lima kota dan terus beroperasi selama masa revolusi kemerdekaan. Pendirian kantor imigrasi di Aceh sejak tahun 1945 adalah oleh Amirudin. Peristiwa cukup penting pada masa ini, Jawatan Imigrasi yang sejak semula di bawah Departemen Kehakiman, pada tahun 1947 pernah beralih menjadi di bawah kekuasaan Departemen Luar Negeri.
Imigrasi Era Revolusi Kemerdekaan

Selain itu, untuk mengatasi kevakuman hukum, peraturan perundang-undangan keimigrasian produk pemerintah Hindia Belanda harus dicabut dan digantikan dengan produk hukum yang selaras dengan jiwa kemerdekaan. Selama masa revolusi kemerdekaan ada dua produk hukum Hindia Belanda yang terkait dengan keimigrasian dicabut, yaitu:
(a) Toelatings Besluit (1916) diubah menjadi Penetapan Ijin Masuk (PIM) yang dimasukkan dalam Lembaran Negara Nomor 330 Tahun 1949,
(b) Toelatings Ordonnantie (1917) diubah menjadi Ordonansi Ijin Masuk (OIM) dalam Lembaran Negara Nomor 331 Tahun 1949. Selama masa revolusi kemerdekaan lembaga keimigrasian masih menggunakan struktur organisasi dan tata kerja dinas imigrasi (Immigratie Dients) peninggalan Hindia Belanda.

Era Republik Indonesia Serikat

Era Republik Indonesia Serikat merupakan momen puncak dari sejarah panjang perjalanan pembentukan lembaga keimigrasian di Indonesia. Di era inilah dinas imigrasi produk Hindia Belanda diserahterimakan kepada pemerintah Indonesia pada tanggal 26 Januari 1950. Struktur organisasi dan tata kerja serta beberapa produk hukum pemerintah Hindia Belanda terkait keimigrasian masih dipergunakan sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan bangsa Indonesia. Kepala Jawatan Imigrasi untuk pertama kalinya dipegang oleh putra pribumi, yaitu Mr. H.J Adiwinata. Struktur organisasi jawatan imigrasi meneruskan struktur immigratie dients yang lama, sedangkan susunan jawatan imigrasi masih seder hana dan berada dalam koordinasi Menteri Kehakiman, baik operasional-taktis, administratif, maupun organisatoris.

Pada permulaan tahun 1950, sebagai bangsa yang baru merdeka dan masih dalam suasana pergolakan, tentunya sarana dan prasarana penunjang jawatan imigrasi pada saat itu masih sangat terbatas dan sederhana. Kesulitan yang dirasakan sangat mendasar adalah masih sangat sedikitnya putra pribumi yang memahami tugas dan fungsi keimigrasian. Untuk itu, sebagai bagian dari periode transisi, jawatan imigrasi masih menggunakan pegawai berkebangsaan Belanda. Dari 459 orang yang bekerja di jawatan imigrasi di seluruh Indonesia, 160 orang adalah orang Belanda. Peraturan perundang-undangan yang dipakai sebagai dasar oleh jawatan imigrasi RIS adalah masih warisan dari Pemerintah Hindia Belanda, yaitu: (a) Indische Staatsregeling, (b) Toelatings Besluit, (c) Toelatings Ordonnantie.
Imigrasi Era Republik Indonesia Serikat
Dalam masa yang relatif singkat, jawatan imigrasi pada era Republik Indonesia Serikat telah menerbitkan 3 (tiga) produk hukum, yaitu (a) Keputusan Menteri Kehakiman RIS Nomor JZ/239/12 tanggal 12 Juli 1950 yang mengatur mengenai pelaporan penumpang kepada pimpinan bea cukai apabila mendarat di pelabuhan yang belum ditetapkan secara resmi sebagai pelabuhan pendaratan, (b) Undang-Undang Darurat RIS Nomor 40 Tahun 1950 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia, dan (c) Undang- Undang Darurat RIS Nomor 42 Tahun 1950 tentang Bea Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 77).

Era Demokrasi Parlementer

Periode krusial pada era Republik Indonesia Serikat berlanjut pada Era Demokrasi Parlementer, yang salah satunya terkait dengan berakhirnya kontrak kerja pegawai keturunan Belanda pada akhir tahun 1952. Berakhirnya kontrak kerja mereka menjadi persoalan penting karena pada saat itu pemerintah Indonesia sedang bergerak cepat mengembangkan jawatan imigrasi. Pada periode 1950-1960 jawatan imigrasi berusaha membuka kantor-kantor dan kantor cabang imigrasi, serta penunjukan pelabuhan-pelabuhan pendaratan yang baru.

Pada dasawarsa imigrasi tepatnya 26 Januari 1960, jawatan imigrasi telah berhasil mengembangkan organisasinya dengan pembentukan Kantor Pusat Jawatan Imigrasi di Jakarta, 26 kantor imigrasi daerah, 3 kantor cabang imigrasi, 1 kantor inspektorat imigrasi dan 7 pos imigrasi di luar negeri. Di bidang sumber daya manusia (SDM) keimigrasian, pada bulan Januari 1960 jumlah total pegawai jawatan imigrasi telah meningkat menjadi 1256 orang yang kesemuanya putra-putri Indonesia, mencakup pejabat administratif dan pejabat teknis keimigrasian.

Di bidang pengaturan keimigrasian, mulai periode ini pemerintah Indonesia memiliki kebebasan untuk mengubah kebijaksanaan opendeur politiek imigrasi kolonial menjadi kebijaksanaan yang sifatnya selektif atau saringan (selective policy). Kebijakan selektif didasarkan pada perlindungan kepentingan nasional dan lebih menekankan prinsip pemberian perlindungan yang lebih besar kepada warga negara Indonesia. Pendekatan yang dipergunakan dan dilaksanakan secara simultan meliputi pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) dan pendekatan keamanan (security approach). Beberapa pengaturan keimigrasian yang ditertibkan antara lain:

Imigrasi Era Demokrasi Parlementer
  1. pengaturan lalu lintas keimigrasian; yaitu pemeriksaan dokumen keimigrasian penumpang dan crew kapal laut yang dari luar negeri dilakukan di atas kapal selama pelayaran kapal,
  2. Pengaturan di bidang kependudukan orang asing, dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1955 tentang Kependudukan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Nomor 812),
  3. Pengaturan di bidang pengawasan orang asing, dengan disahkannya Undang-Undang Darurat Nomor 9 Tahun 1953 tentang Pengawasan Orang Asing (Lembaran Negara Tahun 1953 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Nomor 463),
  4. Pengaturan mengenai delik/perbuatan pidana/peristiwa pidana/tindak pidana di bidang keimigrasian, dengan disahkannya Undang?Undang Darurat Nomor 8 Darurat Tahun 1955 tentang Tindak Pidana Imigrasi (Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Nomor 807),
  5. Pengaturan di bidang kewarganegaraan, pada periode ini disahkan produk perundangan penting mengenai kewarganegaraan yakni Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia Dan Republik Rakyat Tiongkok Mengenai Soal Dwikewarganegaraan (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor),
  6. Undang-Undang
    Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia (Lembaran Negara
    Tahun 1958 Nomor 113, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1647),
  7. Masalah kewarganegaraan turunan Cina,
  8. Pelaksanaan Pendaftaran Orang Asing (POA).

Selain itu pada era ini, produk hukum yang terkait dengan keimigrasian juga secara bertahap mulai dibenahi, seperti visa, paspor dan surat jalan antar negara, penanganan tindak pidana keimigrasian, pendaftaran orang asing, dan kewarganegaraan. Salah satu produk hukum penting yang dikeluarkan selama era Demokrasi Parlementer adalah penggantian Paspor Regelings (1918) menjadi Undang-Undang Nomor 14 tahun 1959 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1799).

Era Orde Baru

Era pemerintahan Orde Baru adalah yang terpanjang sejak Indonesia merdeka. Masa pemerintahan yang cukup panjang tersebut turut memberikan kontribusi besar terhadap pemantapan lembaga keimigrasian, walaupun dalam pelaksanaannya mengalami beberapa kali penggantian induk organisasi. Stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi selama era Orde Baru mendorong lembaga keimigrasian di Indonesia untuk semakin berkembang dan profesional dalam melayani masyarakat. Pada era ini terjadi beberapa kali perubahan organisasi kabinet dan pembagian tugas departemen, yang pada gilirannya membawa perubahan terhadap organisasi jajaran imigrasi.

Pada tanggal 3 November 1966 ditetapkan kebijakan tentang Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas Departemen, yang mengubah kelembagaan Direktorat Imigrasi sebagai salah satu pelaksana utama Departemen Kehakiman menjadi Direktorat Jenderal Imigrasi yang dipimpin oleh Direktur Jenderal Imigrasi. Perubahan inipun berlanjut dengan pembangunan sarana fisik di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi yang luas. Pembangunan gedung kantor, rumah dinas, pos imigrasi maupun asrama tahanan dijalankan tahun demi tahun.

Di bidang SDM dan pembinaan karier, sistem penempatan dan pembinaan karier pegawai yang direkrut Direktorat Jenderal Imigrasi yang zig zag, tidak terpaku di satu pos, diteruskan. Sistem pembinaan karir di bidang imigrasi juga terus disempurnakan dengan tetap mengedepankan prinsip profesionalisme dan keadilan.

Beban kerja yang semakin meningkat dan kebutuhan akan akurasi data, mendorong Direktorat Jenderal Imigrasi untuk segera menerapkan sistem komputerisasi di bidang imigrasi. Pada awal tahun 1978 untuk pertama kalinya dibangunlah sistem komputerisasi di Direktorat Jenderal Imigrasi, sedangkan penggunaan komputer pada sistem informasi keimigrasian dimulai pada tanggal 1 Januari 1979.

Di bidang peraturan perundangan keimigrasian pada masa Orde Baru, dalam rangka mendukung program Pembangunan Nasional Pemerintah, banyak produk regulasi keimigrasian yang dibuat untuk mengifisienkan pelayanan keimigrasian dan/atau untuk mendukung berbagai sektor pembangunan, antara lain pengaturan terkait:

(1) pelayanan jasa keimigrasian,
(2) penyelesaian dokumen pendaratan di atas pesawat jemaah haji 1974,
(3) penyelesaian pemeriksaan dokumen di pesawat garuda Jakarta-Tokyo,
(4) perbaikan kualitas cetak paspor,
(5) pengaturan masalah lintas batas,
(6) pengaturan dispensasi fasilitas keimigrasian,
(7) penanganan TKI gelap di daerah perbatasan,
(8) pengaturan penyelenggaraan umroh,
(9) pengaturan masalah pencegahan dan penangkalan,
(10) pengaturan keimigrasian di sektor ketenagakerjaan,
(11) pengaturan visa tahun 1979,
(12) masalah orang asing yang masuk ke dan atau tinggal di wilayah Indonesia secara tidak sah,
(13) penghapusan exit permit bagi WNI.

Di masa Orde Baru ini yang tidak bisa dilupakan adalah lahirnya Undang-Undang Keimigrasian baru yaitu Undang Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3474), yang disahkan oleh DPR pada tangal 4 Maret 1992. Undang Undang Keimigrasian ini selain merupakan hasil peninjauan kembali terhadap berbagai peraturan perundang-undangan sebelumnya yang sebagian merupakan peninggalan dari Pemerintah Hindia Belanda, juga menyatukan/mengkompilasi substansi peraturan perundang-undangan keimigrasian yang tersebar dalam berbagai produk peraturan perundangan keimigrasian sebelumnya hingga berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992.

Lahirnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 ini diikuti dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaannya dalam:
(1) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1994 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pencegahan dan Penangkalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3561),
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1994 tentang Pengawasan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3562),
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk, dan Izin Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3563), dan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1994 tentang Surat Pejalanan Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3572).

Era Reformasi

Krisis ekonomi 1997 telah mengakhiri periode panjang era Orde Baru dan memasuki era reformasi. Aspirasi yang hidup dalam masyarakat, menginginkan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM), tegaknya hukum dan keadilan, pemberantasan KKN, dan demokratisasi, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), transparansi, dan akuntabel terus didengungkan, termasuk diantaranya tuntutan percepatan otonomi daerah.

Sementara itu globalisasi informasi membuat dunia menyatu tanpa batas, mendorong negara-negara maju (WTO) untuk menjadikan dunia berfungsi sebagai sebuah pasar bebas mulai tahun 2000, serta mengutamakan perlindungan dan penegakam HAM serta demokratisasi. Arus globalisasi juga mengakibatkan semakin sempitnya batas-batas wilayah suatu negara (bordeless countries) dan mendorong semakin meningkatnya intensitas lalulintas orang antarnegara. Hal ini telah menimbulkan berbagai permasalahan di berbagai negara termasuk Indonesia yang letak geografisnya sangat strategis, yang pada gilirannya berpengaruh pada kehidupan masyarakat Indonesia serta bidang tugas keimigrasian. Dalam operasional di lapangan ditemukan beberapa permasalahan menyangkut orang asing yang memerlukan penanganan lebih lanjut. Lingkungan strategis global maupun domestik berkembang demikian cepat, sehingga menuntut semua perangkat birokrasi pemerintahan, termasuk keimigrasian di Indonesia untuk cepat tanggap dan responsif terhadap dinamika tersebut.

Sebagai contoh, implementasi kerja sama ekonomi regional telah mempermudah lalu lintas perjalanan warga negara Indonesia maupun warga negara asing untuk keluar atau masuk ke wilayah Indonesia. Lonjakan perjalanan keluar atau masuk ke wilayah Indonesia tentu membutuhkan sistem manajamen dan pelayanan yang semakin handal dan akurat. Tugas keimigrasian saat ini semakin berat seiring dengan semakin maraknya masalah terorisme dan pelarian para pelaku tindak pidana ke luar negeri. Untuk mengatasi dinamika lingkungan strategis yang bergerak semakin cepat, bidang keimigrasian dituntut mengantispasi dengan berbagai peraturan perundang-undangan dan sarana-prasarana yang semakin canggih. Peraturan dan kebijakan keimigrasan juga harus responsif terhadap pergeseran tuntutan paradigma fungsi keimigrasian. Jika sebelumnya paradigma fungsi keimigrasian dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 9 Tahun 1992 lebih menekankan efisiensi pelayanan untuk mendukung isu pasar bebas yang bersifat global, namun kurang memperhatikan fungsi penegakan hukum dan fungsi sekuriti, mulai pada era ini harus diimbangi dengan fungsi keamanan dan penegakan hukum.

Dalam menghadapi masalah dan perkembangan dalam dan luar negeri tersebut, Direktorat Jenderal Imigrasi pada Era Reformasi ini telah melakukan beberapa program kerja sebagai berikut:

Imigrasi Era Reformasi
  1. Letak geografis wilayah Indonesia (kompleksitas permasalahan antar negara),
  2. Perjanjian internasional/konvensi internasional yang berdampak terhadap pelaksanaan fungsi keimigrasian,
  3. Meningkatnya kejahatan internasional dan transnasional,
  4. Pengaturan mengenai deteni dan batas waktu terdeteni belum dilakukan secara komprehensif,
  5. Pendekatan sistematis fungsi keimigrasian yang spesifik dan universal dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi yang modern,
  6. Penempatan struktur kantor imigrasi dan rumah detensi imigrasi sebagai unit pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Imigrasi,
  7. Perubahan sistem kewarganegaraan berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, 
  8. Hak kedaulatan negara sesuai prinsip timbal balik (resiprositas) mengenai pemberian visa terhadap orang asing, 
  9. Kesepakatan dalam rangka harmonisasi dan standarisasi sistem dan jenis pengamanan dokumen perjalanan secara internasional,
  10. Penegakan hukum keimigrasian belum efektif sehingga kebijakan pemidanaan perlu mencantumkan pidana minimum terhadap tindak pidana penyelundupan manusia,
  11. Memperluas subyek pelaku tindak pidana Keimigrasian, sehingga mencakup tidak hanya orang perseorangan tetapi juga korporasi serta penjamin masuknya orang asing ke wilayah indonesia yang melanggar ketentuan keimigrasian,
  12. Penerapan sanksi pidana yg lebih berat terhadap orang asing yang melanggar peraturan di bidang keimigrasian karena selama ini belum menimbulkan efek jera.

Era Kabinet Merah Putih

Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka secara resmi dinyatakan sebagai pemenang pemilihan umum sesuai dengan Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 504 tahun 2024 tanggal 24 April 2024 tentang Penetapan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalam pemilihan umum tahun 2024.

Kabinet Merah Putih

Minggu, 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dilantik dalam sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) di gedung nusantara DPR/MPR/DPD RI. Di awal pengumuman yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu malam, Presiden menyampaikan nama kabinetnya adalah Kabinet Merah Putih. Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengumumkan 48 nama Menteri dan 5 pejabat yang tidak berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator, serta 59 Wakil Menteri yang akan membantu pemerintahannya untuk periode 2024 – 2029.

Pelantikan Menteri dan Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan

Senin, 21 Oktober 2024, Presiden melantik Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta. Pelantikan para Menteri Negara berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 133/P Tahun 2024 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan pengangkatan Menteri Negara Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024 – 2029 tanggal 20 Oktober 2024. Komisaris Jenderal Polisi Drs. Agus Andrianto, S.H., M.H., dilantik sebagai Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) pada pagi hari, sedangkan Silmy Karim, S.E., M.E., M.B.A dilantik pada sore harinya sebagai Wakil Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Pelantikan Menteri dan Wamen Kemenimipas

Penataan Tugas dan Fungsi Negara

Dalam rangka meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan, menyelaraskan tugas antar-kementerian, serta menghadapi tantangan pembangunan nasional dalam berbagai sektor, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan Presiden Nomor 139 Tahun 2024 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kementerian Negara dalam Kabinet Merah Putih Periode Tahun 2024-2029 tanggal 21 Oktober 2024. Kebijakan ini dilakukan menyusul adanya pergeseran tugas dan fungsi pada beberapa kementerian/lembaga negara, seiring dengan pembentukan Kabinet Merah Putih periode tersebut.

Penataan Tugas dan Fungsi Negara

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Pecah

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 139 Tahun 2024, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) kemudian dibagi menjadi satu kementerian koordinator, dan tiga kementerian, yaitu Kementerian Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Kemenko Kumham Imipas), Kementerian Hukum, Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM), serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Nomenklatur Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan pertama kali disebutkan dalam pasal 1 angka 2 ketentuan tersebut; kemudian Kemenimipas pada Pasal 1 angka 15 dan Pasal 7; Kementerian Hukum pada Pasal 5; dan Kementerian HAM pada Pasal 6.

Kemenkumham Pecah

Keputusan Bersama Tiga Menteri

Pada tanggal 28 Oktober 2024, untuk menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing kementerian, Menteri Hukum, Andi Agtas Supratman, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, dan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto menyepakati Keputusan Bersama Nomor MHH-2.PR.01.01 Tahun 2024, Nomor MHA-3.PR.01.01 Tahun 2024, Nomor MIP-4.PR.01.01 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kementerian Hukum, Kementerian Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan pada Masa Transisi. Kesepakatan tersebut ditandatangani oleh ketiga Menteri dan diketahui oleh Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra. Kesepakatan utama yang berkaitan dengan transisi yakni sepanjang belum terbentuk struktur organisasi dan tata kerja pada tiap-tiap Kementerian, maka:

  • Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum yang sebelumnya disebut dengan Sekretariat Jenderal Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan dukungan manajemen berupa perencanaan program dan anggaran; sumber daya manusia; pengelolaan barang milik negara dan pengadaan barang atau jasa; keuangan; umum; dan teknologi informasi kepada Kementerian Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Kementerian Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakata.
  • Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum yang sebelumnya disebut dengan Inspektorat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melakukan pengawasan terhadap penggunaan anggaran dan sumber daya serta memberikan supervisi dalam laporan berkala pembentukan Kementerian baru pada pimpinan Kementerian Hukum, Kementerian Hak Asasi Manusia, dan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
  •  Alur pertanggungjawaban Direktur Jenderal Imigrasi dan Direktur Jenderal Pemasyarakatan mulai dilaksanakan kepada Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan.
Keputusan 3 Menteri

Penunjukkan Empat Eselon I Kemenimipas

Pada awal masa transisi, Menteri Imipas menunjuk empat pejabat Eselon I untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian. Pejabat yang ditunjuk antara lain:

  • Asep Kurnia, menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan berdasarkan Surat Perintah Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor MIP-KP.04.01-01;
  • Ibnu Chuldun, menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Bidang Politik dan Keamanan ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan berdasarkan Surat Perintah Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor MIP-KP.04.01.02;
  • Saffar Muhammad Godam, sebelumnya menjabat sebagai Direktur Izin Tinggal Keimigrasian ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Imigrasi berdasarkan Surat Perintah Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor MIP-KP.04.01.03;
  • Y. Ambeg Paramarta, menjabat sebagai Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan Hak Asasi Manusia ditunjuk sebagai Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan berdasarkan Surat Perintah Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor MIP-KP.04.01.04;

Karena kebutuhan organisasi, Ibnu Chuldun ditugaskan sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris Kemenko Kumham Imipas, sehingga jabatan Pelaksana Tugas Inspektur Jenderal Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan dialihkan kepada Sekretaris Inspektorat Jenderal, Ika Yusanti sesuai dengan Surat Perintah Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor MIP-KP.04.01.05.

Pelantikan Eselon Kemenimipas

Struktur Organisasi Kemenimipas

Dalam perkembangan masa transisi, Presiden Prabowo Subianto meneken penjelasan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi Kemenimipas melalui Peraturan Presiden Nomor 157 Tahun 2024 tentang Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 5 November 2024. Selanjutnya, untuk menindaklanjuti Perpres Nomor 157 Tahun 2024 tersebut, ditetapkan Peraturan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor 1 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan pada tanggal 19 November 2024. Berdasarkan Pasal 7 Permen tersebut, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan terdiri atas:

  • Inspektorat Jenderal;
  • Direktorat Jenderal Imigrasi;
  • Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  • Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Imigrasi dan Pemasyarakatan;
  • Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga;
  • Staf Ahli Bidang Pelayanan Publik dan Reformasi Hukum;
  • Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi;
  • Pusat Strategi Kebijakan;
  • Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Publik;
Struktur Organigram Kemenimipas

Melantik 33 Pimti Pratama

Setelah memiliki acuan struktur organisasi dan tata kerja di lingkungan Kemenimipas, Menteri Imipas menetapkan dan melantik 33 Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Kemenimipas berdasarkan Keputusan Menteri Imipas Nomor M.IP-17.KP.03.03 TAHUN 2024 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan Dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 28 November 2024 di Aula Adiwinata, Lantai 12, Gedung Kemenimipas, Jakarta. Pimpinan Tinggi Pratama yang dilantik antara lain:

Pelantikan Pimti Pratama
  1. Marselina Budiningsih, Bc.IP., S.Sos., M.Si. sebagai Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Publik;
  2. Jamaruli Manihuruk, S.H., M.H. sebagai Kepala Pusat Strategi Kebijakan;
  3. Ibnu Ismoyo, S.H., M.H., M.M. sebagai Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan;
  4. Dodot Adikoeswanto, Bc.I.P., S.H., M.H. sebagai Kepala Biro Sumber Daya Manusia, Organisasi, dan Ketatalaksanaan;
  5. Jayanta Surbakti, S.IP., M.Si.sebagai Kepala Biro Barang Milik Negara;
  6. Eko Budianto, S.H., M.Si. sebagai Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama;
  7. Agung Aribawa, A.Md.IP., S.H., M.Si. sebagai Kepala Biro Umum;
  8. Ika Yusanti, Bc.I.P., S.H., M.Si. sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal;
  9. Dr. Iwan Santoso, S.H., M.Si. sebagai Inspektur Wilayah I Inspektorat Jenderal;
  10. M. Adnan, S.H., M.H. sebagai Inspektur Wilayah II Inspektorat Jenderal;
  11. Pria Wibawa, S.H. sebagai Inspektur Wilayah III Inspektorat Jenderal;
  12. Supriyanto, Bc.I.P., S.Pd. sebagai Inspektur Wilayah IV Inspektorat Jenderal;
  13. Sandi Andaryadi, A.Md.Im., S.I.P., M.Si. sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Imigrasi;
  14. Tato Juliadin Hidayawan, S.H., M.M. sebagai Direktur Visa dan Dokumen Perjalanan, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  15. Jaya Saputra, S.H., M.Si. sebagai Direktur Izin Tinggal dan Status Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  16. Brigjen Pol. Anom Wibowo sebagai Direktur Intelijen Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  17. Kombes Pol. Yuldi Yusman sebagai Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  18. Felucia Sengky Ratna, A.Md.Im, S.H., M.Si. sebagai Direktur Kerja Sama Keimigrasian dan Bina Perwakilan, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  19. Barron Ichsan, A.Md.Im., S.H., M.Si. sebagai Direktur Kepatuhan Internal, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  20. Suhendra, S.E., M.M. sebagai Direktur Tempat Pemeriksaan Imigrasi, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  21. Chicco Ahmad Muttaqin, A.Md.Im., S.Sos., M.A. sebagai Direktur Teknologi Informasi Keimigrasian, Direktorat Jenderal Imigrasi;
  22. Dr. Gun Gun Gunawan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  23. Kadek Anton Budiharta, A.Md.IP., S.H., M.Si. sebagai Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Pemasyarakatan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  24. Masjuno, A.Md.IP., S.H., M.H. sebagai Direktur Pelayanan Tahanan dan Anak, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  25. Erwedi Supriyatno, Bc.IP., S.H., M.H. sebagai Direktur Pembinaan Narapidana dan Anak Binaan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  26. Dr. dr. Adhayani Lubis, Sp.KJ., M.K.M. sebagai Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  27. Ceno Hersusetiokartiko, Bc.IP., S.H., M.H. sebagai Direktur Pembimbingan Kemasyarakatan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  28. Kombes Pol. Tatan Dirsan Atmaja sebagai Direktur Pengamanan dan Intelijen, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  29. Maulidi Hilal, S.H., M.Si. sebagai Direktur Teknologi Informasi dan Kerja Sama Pemasyarakatan, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  30. Lilik Sujandi, Bc.I.P., S.I.P., M.Si. sebagai Direktur Kepatuhan Internal, Direktorat Jenderal Pemasyarakatan;
  31. Dadan Gunawan, S.H., M.Si. sebagai Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Imigrasi dan Pemasyarakatan;
  32. Pujo Harinto, Bc.I.P., S.Sos., M.Si. sebagai Kepala Pusat Pengembangan dan Penilaian Kompetensi, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Imigrasi dan Pemasyarakatan; dan 
  33. Dr. Muhammad Tito Andrianto, S.H., M.H. sebagai Kepala Pusat Pelatihan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Imigrasi dan Pemasyarakatan.

Penataan Organisasi dan Tata Kerja Tingkat Wilayah

Selain mengatur penataan organisasi dan tata kerja di tingkat pusat, Menteri Imipas juga menetapkan ketentuan di tingkat wilayah melalui Peraturan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor 2 tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi tanggal 20 Desember 2024 dan Peraturan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Nomor 4 tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan tanggal 20 Desember 2024. Berdasarkan ketentuan tersebut, Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Imigrasi dan Kanwil Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berjumlah masing-masing 33 kantor dengan rincian:

– DirektoratJenderal Imigrasi Tipe A berjumlah 10 dan Tipe B berjumlah 23 kanwil; dan
– Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Tipe A berjumlah 14 Tipe B berjumlah 19 kanwil.

Melantik Pimpinan Tinggi Madya

Selanjutnya, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 197/TPA Tahun 2024 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Madya pada tanggal 9 Januari 2025, Menteri Imipas melantik Pimpinan Tinggi Madya Kemenimipas yang terdiri dari:

  1. Asep Kurnia, S.H., M.M., sebagai Sekretaris Jenderal;
  2. Brigjen Pol. Drs. Mashudi, sebagai Direktur Jenderal Pemasyarakatan;
  3. Irjen Pol. Drs. Yan Sultra Indrajaya, S.H., sebagai Inspektur Jenderal;
  4. Aman Riyadi, S.IP., M.Si., sebagai Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Imigrasi dan Pemasyarakatan;
  5. Anggiat Napitupulu, S.S., M.Si., sebagai Staf Ahli Bidang Hubungan Antar Lembaga;
  6. Brigjen Pol. Drs. Ratna Pristiana Mulya, S.H., M.H., sebagai Staf Ahli Bidang Pelayanan Publik dan Reformasi Hukum; dan
  7. Dr. Ida Asep Somara, Bc.IP., S.Sos., M.M., sebagai Staf Ahli Bidang Penguatan Reformasi Birokrasi.
Pelantikan Pimti Madya

Peluncuran Logo Kemenimipas

Pada tanggal 13 Desember 2024, Menteri Imipas menetapkan lambang dan cap dinas melalui Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia Nomor M.IP-17.UM.01.01 Tahun 2024 tentang Lambang dan Cap Dinas Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan yang kemudian diluncurkan pada tanggal 9 Januari 2025. Lambang resmi Kemenimipas berbentuk:

Logo KEMENIMIPAS
  • Lingkaran berwarna biru dengan Garuda Pancasila yang berada di tengah (sentral) lingkaran.
  • Terdapat dua Tangkai Padi yang membentuk lingkaran di sekeliling Garuda Pancasila tersebut.
  • Selain itu, terdapat simbol Bintang yang terletak di atas Garuda Pancasila dan di ujung dua Tangkai Padi.
  • Logo tersebut dikelilingi oleh Tali Tambang berwarna emas dengan tulisan “Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia” di sisi paling luar.

Pelantikan 33 Kepala Kantor Wilayah Ditjenim

Setelah melantik Pimpinan Tinggi Madya dan meluncurkan lambang Kemenimipas, pada tanggal 14 Januari 2025 Menteri Imipas melantik 33 Kepala Kanwil dan 11 pejabat setara Eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Imigrasi Keputusan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia Nomor M.IP-26.SA.03.03 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan tanggal 10 Januari 2025. 33 Kepala Kanwil dilantik di lingkungan Ditjen Imigrasi terdiri dari:

  1. Novianto Sulastono, S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Aceh;
  2. Teodorum Simarmata, S.H., M.Hum., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sumatera Utara;
  3. Ujo Sujioto, S.H., M.Si., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Kepulauan Riau;
  4. Arief Munandar, S.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Daerah Khusus Jakarta;
  5. Is Edy Ekoputranto, S.H,. M.M,. sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Jawa Tengah;
  6. Hendro Tri Prasetyo, S.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Banten;
  7. Filianto Akbar., S.E., M.M., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Jawa Barat;
  8. Pramuji Raharja., S.H. M.M., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Jawa Timur;
  9. Parlindungan, S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Bali;
  10. Firece Sumolang, S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sulawesi Selatan;
  11. Nurudin, S.Sos., M.Si., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sumatera Barat;
  12. Agung Prianto, S.H., M.M., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Riau;
  13. Wahyu Hidayat, A.Md.Im., S.H., M.Si ., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Jambi;
  14. Sigit Setyawan, A.Md.Im., S.Sos., M.Si., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sumatera Selatan;
  15. Qriz Pratama, A.Md.Im, S.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Kepulauan Bangka Belitung;
  16. Victor Manurung, S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Bengkulu;
  17. Petrus Teguh, A.Md.Im., S.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Lampung;
  18. Junita Sitorus, S.IP., M.Si., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Daerah Istimewa Yogyakarta;
  19. Haryono Agus Setyawan, S.S., M.A., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Kalimantan Barat;
  20. Mas Arie Yuliansa Dwi Putra, A.Md.Im., S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Kalimantan Tengah;
  21. Syahrioma Delavino, S.Sos., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Kalimantan Timur;
  22. Yan Wely Wiguna, S.Sos., M.Si., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Kalimantan Selatan;
  23. Dr. Yopie Asmara, S.E., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Nusa Tenggara Barat;
  24. Arvin Gumilang, S.E., M.Si., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Nusa Tenggara Timur;
  25. Arief Hazairin Satoto, A.Md.Im,. S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sulawesi Tengah;
  26. Ramdhani, A.Md.Im., S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sulawesi Utara;
  27. Subki Miuldi, S.Kom., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Gorontalo;
  28. Ganda Samosir, S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sulawesi Tenggara;
  29. Said Noviansyah, A.Md.Im., S.H., M.H., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Sulawesi Barat;
  30. Doni Alfisyahrin, S.E., M.A.P., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Maluku;
  31. Ian Fidihanto Markos, S.H., M.Si., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Maluku Utara;
  32. Samuel Toba, S.Sos., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Papua; dan
  33. Asrul, S.Sos. M.A., sebagai Kepala Kantor Direktorat Wilayah Jenderal Imigrasi Papua Barat.

Terbentuknya Kanwil Ditjenim NTT

Setelah terpecahnya Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menjadi tiga kementerian, maka Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur melakukan penyesuaian terhadap peraturan tersebut. Sehingga terbentuklah beberapa kantor wilayah dari tiga kementerian yang berbeda di Nusa Tenggara Timur, salah satunya adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Nusa Tenggara Timur (Kanwil Ditjenim NTT).

Kanwil Ditjenim NTT yang awalnya adalah Divisi Imigrasi di bawah naungan Kemenkumham, saat ini masih menempati gedung yang sama dengan Kanwil Kemenkum NTT di Jalan W.J. Lalamentik No. 89 Kota Kupang karena keterbatasan sumber daya. Meskipun demikian, Kanwil Ditjenim NTT tetap melaksanakan tugas dan fungsinya dengan normal. Dinamika yang konsisten akan terus dilakukan demi menyelesaikan penyesuaian peraturan yang berlaku, baik secara administratif maupun di lapangan.